Latar Belakang Pembenihan Udang Vannamei
Latar Belakang
Udang vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002 pemerintah Indonesia memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk mengimpor induk udang vannamei sebanyak 2.000 ekor. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangkan oleh hatchery pemula. Dengan adanya pembenihan udang vannamei, baik dalam bentuk skala kecil atau skala mini hatchery akan membantu pemerintah dalam penyediaan benur bermutu bagi pembudidaya udang vannamei. Sehingga target pemerintah meningkatkan produksi udang dalam negeri dapat tercapai (Lestari, 2009).
Udang vannamei memiliki banyak keunggulan seperti relatif tahan penyakit, produktivitas tinggi, waktu pemeliharaan relatif singkat, tingkat kelangsungan hidup (survival rate) selama masa pemeliharaan tinggi dan permintaan pasar terus meningkat (Hendrajat et al., 2007). Proses budidaya udang meliputi tahap pembenihan hingga pembesaran. Kegiatan pembenihan udang vannamei tidak terlepas dari ketersediaan benur yang berkualitas. Untuk mendapatkan benur yang berkualitas diperlukan ketersediaan pakan alami yang berkualitas pula, karena penggunaan pakan yang baik akan mempengaruhi kualitas benur yang dipelihara. Pakan alami yang populer dalam pembenihan udang khususnya stadia post larva adalah artemia (Purba, 2012).
Artemia merupakan pakan alami terbaik yang banyak digunakan oleh para pembudidaya ikan ataupun udang dan belum dapat tergantikan oleh pakan alami apapun (Bhat, 1992). Artemia memiliki keunggulan karena memiliki kandungan nutrisi yang cukup dan bagian tubuhnya yang mudah dicerna oleh organisme akuatik yang memangsanya (Kontara, 2001). Namun, artemia merupakan produk impor, harganya mahal, dan dijual dalam bentuk kista. Protein dalam pakan sangat penting terutama untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan sebagai sumber energi bagi Crustacea (Kompiang dan Ilyas, 1988).
Pertumbuhan dan stadia dipengaruhi kebutuhan protein pakan bagi udang. Pada stadia larva kebutuhan protein lebih tinggi dibandingkan dengan stadia dewasa. Kandungan protein Artemia cukup tinggi. Nauplii Artemia mengandung protein 42 % sedangkan Artemia dewasa mencapai 60% berat kering. Menurut Watanabe et al. (1988) Artemia dewasa mengandung 61,6 % protein. Protein Artemia mengandung asam-asam amino esensial bagi udang, seperti treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, histidin, lisin, arginin, dan triptofan. Protein nauplii Artemia apabila dibandingkan dengan Artemia dewasa masih kekurangan akan histidin, metionin, fenialanin, dan treonin (Mudjiman, 1988).
Halver (1988) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah ketersediaan pakan baik secara kuantitas maupun kualitas pakan atau jenis pakan dan asam amino esensial yang terkandung di dalam pakan. Yuliarti (1985) juga menyatakan bahwa ada kecenderungan dengan meningkatnya kandungan protein dalam pakan juga akan memberikan penambahan tingkat kelangsungan hidup. Menurut Heny (2002) telur bebek mengandung 10 macam Asam amino esensial dari 18 macam asam amino yang ada, yakni histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin dan triptofan yang berguna dalam proses pertumbuhan. Untuk itu telur bebek digunakan sebagai bahan tambahan dalam pakan untuk meningkatkan kandungan asam amino pada nauplii artemia.
Telur bebek dapat digunakan untuk memperkaya nutrisi Artemia selain karena murah dan mudah didapat, telur bebek juga memiliki kandungan gizi yang lengkap dan protein yang tinggi, yakni mengandung 12,81 gram protein, 1,45 gram karbohidrat,13,77 gram lemak, 884 mg kolesterol, 64 mg kalsium,1,41mg seng,dan 185 kkal kalori per 100 gram (USDA, 2007). Nilai gizi tertinggi sebagai bahan makanan pada telur adalah bagian kuning telurnya (Lampiran 1). Kuning telur dipilih karena kandungan protein dan lemak yang terkandung di dalamnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian telur lainnya, yaitu masing-masing 17% dan 35%, oleh karena itu termasuk kedalam bahan pangan yang mudah rusak (Winarno dan Koswara, 2002).
Campuran pemberian Nauplii Artemia dan kuning telur bebek dilakukan untuk melengkapi kandungan asam amino yang terdapat dalam Nauplii Artemia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sutjinurani (2013) pemberian Artemia dan kuning telur bebek pada benih Udang galah menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 80% dan laju pertumbuhan harian sebesar 3,89%, oleh sebab itu, penelitian tentang campuran pemberian nauplii Artemia dan kuning telur bebek ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
Berikut merupakan skema kerangka berpikir dalam pembenihan larva udang vannamei.
Komentar
Posting Komentar