Pembahasan Pembenihan Udang Vannamei
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
Memelihara
larva udang pada bak perlu memperhatikan kondisi bak dan kualitas air sebagai
media pemeliharaan larva. Oleh karena itu, untuk menciptakan kondisi bak yang
memenuhi syarat dilakukan persiapan bak pembesaran. Kegiatan persiapan bak
pemeliharaan larva sebagai berikut.
3.1.1
Pengeringan
dan Pencucian Bak
Pengeringan bak di PT. AMA bertujuan
untuk menguapkan sisa bahan organik yang terdapat pada bak dan untuk
menghilangkan jamur. Pengeringan yang baik dilakukan selama 1 minggu. Pencucian
berguna untuk membuang air sisa yang ada di dalam bak. Pencucian dilakukan
dengan air bersih yang ditambah dengan deterjen dan kaporit, kemudian
dikeringkan selama 4 hari. Deterjan digunakan untuk menghilangkan jamur dan
kotoran seperti lemak yang ada pada dinding bak. Deterjen dan kaporit juga
sebagai desinfektan untuk membunuh patogen yang sersisa pada pemeliharaan larva
sebelumnya.
3.1.2
Pemasangan
Instalasi Aerasi
Pemasangan
instalasi aerasi dimulai dari pemasangan tali untuk menggantung pipa aerasi
pada bak pemeliharaan larva. Tali diberi jarak 50 cm difungsikan untuk menahan
beban dari selang aerasi yang akan dipasang. Pipa aerasi dipasang memanjang di
atas dinding bak.
3.1.3
Pemberian
Desinfektan
Pemberian
desinfektan dilakukan pada akhir persiapan bak. Desinfektan berguna untuk
membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menggangu perkembangan larva.
Desinfektan yang digunakan PT. AMA berupa formalin yang diencerkan dengan air
tawar hingga konsentrasi 50/50.
3.1.4
Pemasukan Air
Air yang digunakan
untuk kegiatan pemeliharaan larva di PT. AMA yaitu dari bak tandon 2 (Bak
tampungan air sementara sebelum masuk bak larva). Air dialirkan masuk pada bak
pemeliharaan larva hingga kapasitas 20 ton dari kapasitas maksimal 40 ton.
Pemindahan air menggunakan pompa yang dilengkapi dengan filter bag untuk
menyaring kotoran pada air.
3.1.5
Pemberian
EDTA
Udang
yang mengakumulasi logam berat akan sangat berbahaya bagi kesehatan jika
dikonsumsi oleh manusia (Elinder dan Jarup, 1996). Kadmium menyebabkan gangguan
saraf pusat dan saraf perifer (Darmono, 1995). Kadmium diketahui juga dapat
menyebabkan kerusakan ginjal dan dekalsifikasi tulang, seperti yang dialami
oleh ratusan penderita penyakit itai-itai akibat mengkonsumsi beras yang
tercemar kadmium (Elinder dan Jarup 1996). EDTA sebagai ligan buatan, mempunyai
kemampuan untuk melepaskan ikatan kation logam berat dari metallothionein
(Viarengo et al., 1997 dalam Soegianto et al. 2003).
Pemberian EDTA pada
kegiatan pembenihan udang bertujuan untuk menghilangkan logam berat pada air
laut yang mungkin akan mengganggu dari perkembangan larva. EDTA 500 gram
diberikan pada air 20 ton sebelum nauplius masuk di bak larva. Selama pemberian
EDTA aerasi yang digunakan lebih besar, bertujuan untuk memerataan dari bahan
tersebut.
3.2
Penebaran Nauplii
Pada kegiatan pembenihan
udang, pemilihan nauplius sangat menentukan keberhasilan usaha. Nauplius yang
akan ditebar sebaiknya dipilih dari induk yang sama atau berasal dari satu
tempat pembenihan yang sama. Asal nauplius yang sama bertujuan untuk
menyeragamkan tingkat pertumbuahan dari larva (benur). Sumber nauplius yang
digunakan di PT. AMA dari CV. PASIFIC HARVEST, Banyuwangi. Umur nauplius yang ditebar
sekitar 16 jam, atau pada stadia nauplius III. Proses penebaran nauplius
diawali dengan pembongkaraan box wadah nauplius, perhitungan nauplius, adaptasi
suhu, dan pemasukan larva ke dalam bak pemeliharaan. Adaptasi suhu bertujuan
agar suhu yang ada dalam kontong plastik sama atau mendekati suhu air dalam
bak. Adaptasi suhu dilakukan dengan cara memasukkan kontong plastik ke dalam
bak fiber tanpa membuka talinya. Proses adaptasi bersamaan proses sampling
perhitungan naupli yang kira-kira membutuhkan waktu 30 menit setelah plastik
dimasukkan dalam bak (Sa’adah dan Roziqin 2018).
Gambar
2. Perkembangan Larva Udang (Sumber: www.google.com)
Untuk
mengetahui salinitas dan temperatur pada kantong nauplii dan bak pemeliharaan
maka dilakukan pengecekan kualitas air. Setelah udara dalam kantong mengembun
dan salinitas, suhu, dan pH diketahui maka lakukan secara perlahan
percikanpercikan air agar larva dapat beradaptasi dengan baik dengan perbedaan
salinitas yang ada didalam kantong dengan yang berada dibak pemeliharaan, serta
diberi aerasi di dalam kantong agar suplai oksigen terus ada. Menurut, Sutadi
(1993) untuk penurunan kadar garam sebesar 1 permil diperlukan waktu antara 15-
30 menit. Apabila salinitas antara air media pada bak pemeliharaan sudah sama dengan
air media pada kantong packing nauplii maka proses aklimatisasi salinitas
dianggap sudah selesai (Sa’adah dan Roziqin 2018).
3.3 Pengelolaan Pakan
Pakan
yang digunakan untuk proses pemeliharaan larva udang vannamei adalah pakan
alami dan pakan buatan. Pakan alami berupa fitoplankton (Thallasisirra dan
Sceletonema costatum), dan zooplankton (Artemia Salina). pakan buatan yang
digunakan yaitu tipe powder (bubuk) dan flake (lempengan). Ada beberapa hal
yang diperhatikan dalam manajemen pemberian pakan yaitu frekuensi, waktu dan
jumlah pakan. Setiap perubahan stadia maka mix pakan yang diberikan akan
berbeda. Jumlah pakan yang diberikan juga tergantung dari stadia udang. Semakin
dewasa udang, maka pemberian pakannya semakin banyak juga. Pemberian pakan
dilakukan setiap 3 jam. Pemberian pakan setiap jam 02.30, 05.30, 08.30, 11.30,
14.30, 17.30, 20.30, dan 23.30. Jenis pakan yang digunakan PT.Artha Maulana Agung
antara lain pakan alami dan pakan buatan.
3.3.1 Pakan Alami
Pemberian pakan alami
pada pemeliharaan larva udang vannamei di PT. AMA disesuaikan dengan umur atau
stadia larva. Menurut Cahyaningsih (2006). Pada stadia naupliius (mulai saat
tebar sampai 3 hari) larva masih belum diberi pakan, karena dalam tubuhnya
masih mempunyai persediaan makanan yaitu kantong kuning telur. Tetapi setelah
naupliius berkembang menjadi zoea, larva mulai membutuhkan makanan, terutama
makanan yang melayang-layang dalam air.
Pakan alami digunakan
pada stadia larva yang sudah zoea, Pemberian pakan yang digunakan pada stadia
larva yang sudah menjadi zoea dan mysis yaitu Thallasiosirra, Sceletonema
costatum dan Artemia salina yang merupakan pakan alami.
Pada stadia zoea dan mysis gerakan larva
masih belum aktif sehingga makan diperlukan makanan berupa fitoplankton
(Panjaitan et al. 2014).
Di
PT. AMA Thallasiosirra dan Sceletonema dikultur pada bak yang memiliki
kapasitas 20 ton. Pada kultur Thallasiosirra dan Sceletonema diperlukan pupuk
dan vitamin untuk meningkatkan ketahanan dari Thallasiosirra dan Sceletonema
terhadap jamur dan parasit. Kultur Thallasiosirra dan Sceletonema yang
dilakukan di PT. AMA termasuk kultur secara massal, karena menggunakan bak
kultur dengan kapasitas 20 ton. Kultur Thallasiosirra dan Sceletonema
membutuhkan 12-24 jam. Pemanenan Thallasiosirra dilakukan dengan cara dialirkan
langsung ke bak larva menggunakan pompa, sedangkan pemanenan Sceletonema dari
bak kultur menggunakan filter bag di bak panen. Sceletonema yang yang tersaring
diencerkan dengan air tawar sebelum diberikan pada larva. Pada stadia post
larva gerakan larva semakin aktif, makan yang diberikan dapat berupa Artemia.
Di PT. AMA Artemia dikultur dengan menggunakan sistem hidrasi atau perendaman
menggunakan bak kultur artemia. Cysta Artemia (bibit) direndam dengan air laut
dan diberi aerasi. Cysta Artemia akan dipanen setelah 24 jam kemudian (Sa’adah
dan Roziqin 2018).
3.3.2 Pakan Buatan
Pakan
buatan yang digunakan di usaha pembenihan PT. AMA antara lain SP-100, Sea Grass
Powder, Lansy, Artemac, Osi Flaake, Top Mini Grain, Sea Star Flake, Economac,
D.O Super, Algamac Protein, Frippak Car, TOP BT. Pemberian pakan dilakukan 8
kali dalam satu hari di jam 05.30 WIB, 08.30 WIB, 11.30 WIB, 14.30 WIB, 17.30
WIB, 20.30 WIB, 22.30 WIB, dan 02.30 WIB.
Pemberian
pakan buatan diracik sesuai stadia larva. Setiap tahapaan akan berbeda campuran
pakan buatanya. Di PT. AMA ada 4 MIX . Pakan untuk larva udang vannmei dengan
memasukkan bahan pakan pada saringan ukuran 250 mikron lalu dikucek dalam ember
air hingga flake hilang dari saringan.
Salah
satu faktor penyebab kualitas benur kurang baik adalah ketidaksesuaian pakan
yang digunakan dalam pemeliharaan larva. Ketidaksesuaian tersebut seperti
ukuran yang terlalu besar, kandungan nutrisi yang kurang maupun pilihan jenis
pakan yang diberikan. Ketidaksesuaian ukuran pakan yang diberikan akan
mengakibatkan kegagalan dalam pemangsaan awal oleh larva sehingga kebutuhan
nutrisi larva tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan kualitas larva menjadi
kurang baik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Sorgeloos (1992) dalam Nallely
dkk. (2006) mengatakan bahwa mikroalga memberikan nutrisi berkualitas secara
optimum untuk organisme seperti larva udang sesuai pada stadia perkembangannya.
Dikatakan pula bahwa beberapa jenis mikroalgae yakni fitoplankton juga dapat
berperan sebagai antibakterial, immunostimulan dan pemasok enzim pencernaan
bagi pemangsanya. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan
fitoplankton bagi larva udang penaeid adalah kandungan gizi yang tinggi, dapat
disediakan secara berkesinambungan, prosedur kultur yang tidak terlalu rumit
dan biaya yang tidak mahal. Sehingga ketersediaan fitoplankton sebagai pakan
larva dapat terjamin dalam kualitas, waktu dan jumlah yang tepat. (Panjaitan et
al. 2014).
3.4 Pengelolaan Air
Kualitas
air adalah suatu upaya memanipulasi kondisi lingkungan sehingga mereka berada
dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan dan pertumbuhan udang. Pengelolaan
kualitas air dalam bak pemeliharaan larva bertujuan agar kondisi lingkungan
media tetap terjaga dan dalam keadaan optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan
larva. Sehingga larva udang mampu tubuh dan berkembang. Kegiatan yang dilakukan
dalam pengelolaan air ini adalah pengamatan parameter kualitas air. Pengukuran
parameter kualitas air bertujuan untuk menentukan tindakan apa yang harus
dilakukan jika kualitas air dalam keadaan tidak kondusif atau tidak sesuai
dengan kehidupan larva udang. Parameter kualitas air yang diukur adalah
parameter fisika, yaitu temperatur, pH, dan salinitas. Sedangkan parameter
kimia yaitu DO, CO2 dan alkalinitas.
3.5 Pertumbuhan
Pertumbuhan udang vanamei
selalu diikuti dengan pergantian kulit atau molting. Pertumbuhan merupakan
suatu proses biologi yang kompleks dan banyak faktor yang mempengaruhinya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu organisme menurut Sikong
(1982), yaitu faktor dalam antara lain keturunan, jenis kelamin dan umur.
Faktor lingkungan abiotik seperti suhu, salinitas, pH, dan biotik seperti
pakan, kepadatan organisme, parasit dan penyakit. Wardiningsih (1999),
menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
pakan, salah satunya yaitu jenis pakan. Chaetoceros sp. dan Skeletonema
costatum merupakan jenis diatom yang ditemukan memiliki kualitas nutrisi yang
baik. Selain itu hasil uji proksimat menunjukkan kandungan nutrisi yang
terkandung di dalam artemia produk lokal yang diberi perlakuan yaitu pengkayaan
sel diatom lebih baik dibandingkan artemia produk lokal tanpa pengkayaan sel
diatom. Menurut Brown (2002) dalam Purba (2012), mikroalga seperti jenis diatom
dapat memberikan nutrisi yang sangat baik bagi pertumbuhan larva udang melalui
pengkayaan zooplankton, karena nutrisi yang terdapat pada sel diatom dapat
ditransfer secara langsung dan tidak langsung (pengkayaan). Konsumsi pakan yang
cukup dan kandungan nutrisi dari artemia produk lokal dengan pengkayaan sel
diatom dan artemia produk lokal tanpa pengkayaan.
Sel
diatom memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang dan bobot
rata – rata individu larva udang vanamei. Tingkat konsumsi pakan akan
mempengaruhi pertumbuhan individu maupun biomassa pada akhir pemeliharaan, yang
berkaitan dengan optimalisasi pertumbuhan larva. Selain itu nauplius artemia
merupakan pilihan yang tepat sebagai pakan jasad renik pada stadia postlarva
karena mempunyai ukuran yang relatif kecil dan panjang sekitar 400 mikron
sehingga dapat menyesuaikan saluran pencernaan larva udang yang masih sederhana
(Bandol, 2004). Lovell (1988), menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk
maintenance harus terpenuhi terlebih dahulu dan apabila berlebihan maka
kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan. Kandungan nutrisi yang terkandung
dalam sel diatom juga mempengaruhi pertumbuhan larva udang, yaitu dengan
memperlengkapi nutrisi Artemia produk lokal sebagai pakan alami. Sutomo, dkk.
(2007) dalam Purba (2012), menyatakan bahwa sel diatom mengandung silikat yang
penting dalam pembentukan eksoskeleton (kerangka luar) dan diduga sangat cocok
bagi pertumbuhan larva krustasea seperti larva udang.
3.5.1 Pengamatan Perkembangan Larva
Pengamatan perkembangan
larva bertujuan untuk mengamati perkembangan larva, mengetahui perubahan stadianya,
serta mengetahui estimasi populasi larva. Monitoring perkembangan larva
meliputi pengamatan perkembangan stadia larva dan kegiatan sampling populasi.
Setelah menetas larva akan berkembang menjadi 3 stadia yaitu naupliius, zoea,
mysis. Selama stadia naupliius larva masih memanfaatkan nutrisi dari yolk egg
yang dibawanya, dan setelah moulting menjadi zoea baru mencari makanan dari
luar berupa mikroalga. Setelah zoea berubah menjadi mysis, larva berubah dari
herbivora menjadi karnivora, yaitu dengan memakan zooplankton. Stadia mysis
kemudian berakhir dan menginjak stadia post larva, stadia ini sudah menyerupai
udang muda dalam hal makanan maupun tingkah lakunya.
Pada stadia larva
bersifat planktonic setelah post larva bersifat bentik. Larva akan berpindah
tempat dari laut terbuka bermigrasi ke arah pantai dan estuari sampai menjadi
dewasa (Farchan 2006). Perkembangan larva dari stadia Nauplius 4-5 ke stadia
berikutnya hingga PL-1 dalam jurnal penelitian dari Panjaitan et al. (2014)
dengan judul “Pemeliharaan Larva Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei, Boone
1931) Dengan Pemberian Jenis Fitoplankton Yang Berbeda” berhasil lebih baik
dengan pemberian pakan campuran Thalassiosira
weissflogii dan Chaetoceros
calcitrans. Perbedaan perkembangan stadia sudah terlihat sejak stadia zoea.
Pada stadia zoea tersebut, larva yang diberikan jenis fitoplankton campuran
sudah memperlihatkan waktu yang dibutuhkan untuk berubah stadia lebih cepat
dibandingkan dengan pemberian fitoplankton tunggal. Dikatakan Wyk (1999), bahwa
secara umum nutrisi dipergunakan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhannya untuk
bertumbuh. Larva udang vaname yang diberikan fitoplankton campuran mempunyai
nilai nutrisi lebih baik karena terdapat dua jenis sumber nutrisi dibandingkan
dengan pemberian fitoplankton satu jenis saja. Pengujian quality control
perkembangan harian larva udang vaname dilakukan berdasarkan standar prosedur
operasional di tempat penelitian yakni pada criteria
kualitatif dan kuantitatif serta cara pengukuran dan pengujiannya.
kualitatif dan kuantitatif serta cara pengukuran dan pengujiannya.
Gambar 3. Siklus
Perkembangan Udang (Sumber: www.google.com)
Adapun pengujian quality
control yang dilakukan selama penelitian antara lain adalah pada
hepatopancreas, gut content, necrosis, deformity, epibiont dan bolitas. Hasil
pengujian quality control terlihat lebih baik pada pemberian jenis fitoplankton
campuran, dimana perubahan atau metamorfosis setiap stadia lebih cepat.
Demikian pula hasil penilaian terhadap score kualitas larva bahwa nilai yang
dicapai pada pemberian fitoplankton campuran lebih baik dibandingkan dengan
pemberian fitoplankton tunggal. Bransden et al., (2005) dalam Hermawan (2007)
mengatakan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup merupakan indikator
keberhasilan pemeliharaan larva (Panjaitan et al. 2014).
Menurut
Lovvet & Felder (1990) bahwa persentase tingkat kelangsungan hidup yang
mencapai stadia zoea atau keberhasilan bermetamorfosis dari nauplius menjadi
zoea merupakan salah satu kriteria kualitas larva udang vaname. Stadia zoea dan
mysis adalah fase pertumbuhan cepat dan merupakan waktu yang sangat kritis
karena pada saat itu larva udang sangat rentan dan sering terjadi tingkat
kematian yang tinggi. Nauplius dengan cadangan nutrient yang tinggi memiliki
kemungkinan untuk bertahan hidup selama bermetamorfosis menjadi zoea dan selama
stadia zoea dan mysis terjadi adaptasi fisiologis dengan makanan yang berasal
dari luar (Panjaitan et al. 2014).
3.5.2 Kelulushidupan
Kelangsungan
hidup merupakan persentase organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan dari jumlah
awal seluruh organisme yang dipelihara dalam suatu wadah (Effendi, 1979). Salah
satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan adalah
ketersediaan pakan. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup
akan memperkecil presentase angka kematian larva udang (Rostini, 2007).
Kebutuhan pakan dalam udang tercukupi dengan baik seiring dengan berkembangnya
stadia larva, karena itu dosis pakan yang diberikan juga lebih banyak. Faktor
yang paling mempengaruhi tingkat kelulushidupan larva udang vanamei yaitu
kualitas air pada media pemeliharaan dan kualitas pakan. Faktor pertama yaitu
kualitas air. Kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung
proses metabolisme dalam proses fisiologi. Faktor kedua adalah kandungan nutrisi
dari pakan yang dikonsumsi. Ketidaktersediaannya pakan pada stadia awal dari
larva udang akan mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan oleh semakin
besarnya stadia dan pertumbuhan udang sehingga dibutuhkan pakan yang semakin
banyak. Kandungan nutrisi dari pakan sangat mempengaruhi tingkat kelulushidupan
(Harefa 1996).
3.6 Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit terjadi karena
ketidak seimbangan antara lingkungan, inang dan patogen. Beberapa jenis
penyakit yang menyerang larva udang vannamei disebabkan oleh parasit, bakteri
dan jamur serta virus. Pengendalian penyakit di PT. AMA antara lain pencegahan.
Pencegahan penyakit di PT. AMA dilakukan dengan cara strelilisasi alat yang
akan digunakan, seperti pencucian dengan iodin pada timba yang digunakan untuk
memindahkan nauplius ke bak larva (pada saat nauplius pertama masuk),
perendaman gelas ukur pada air yang diberi iodin ketika sebelum dan sesudah
memakai, pembersihan dinding bak yang kotor akibat busa, dan pemberian pakan
yang sesuai dengan kebutuhan. Karena pemberian pakan yang tidak sesuai akan
menimbulkan pengendapan pakan yang akan menjadi media pertumbuhan dari
mikroorganisme (Sa’adah dan Roziqin 2018).
Pengendalian penyakit
pada larva udang vaname dilakukan dengan prinsip dasar yaitu tindakan
pencegahan dan pengobatan. Subaidah et al. (2006) yang menyatakan bahwa upaya
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit
antara lain adalah dengan menerapkan sistem biosecurity. Selama kegiatan
penelitian, upaya menjaga kesehatan larva dilakukan dengan cara mengelola
kualitas air dan penerapan biosecurity serta strerilisasi terhadap semua
peralatan yang digunakan. Penerapan biosecurity dilakukan dengan cara
menempatkan cuci kaki (foot bath) pada setiap pintu masuk ruang pemeliharaan
larva, tempat cuci tangan (hand wash) dan sterilisasi ruangan serta semua
peralatan sebelum dan sesudah digunakan. Setelah larva memasuki stadia Mysis-1,
jenis penyakit yang sering mewabah adalah jenis Zoothamnium sp dari golongan
protozoa dengan gejala gerakan lemah dan kebanyakan larva berada di atas
permukaan air. Tetapi selama peneliatian ini berlangsung, tidak ditemukan
adanya penyakit pada larva udang (Panjaitan et al. 2014)
Probiotik
adalah salah satu bahan alternatif pengganti antibiotik yang berpotensi untuk
dikembangkan yang mampu berkompetisi dengan patogen penyebab penyakit.
Penggunaan probiotik bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan daya tahan
tubuh, dimana penggunaan probiotik ini sesuai dengan kebutuhan larva itu
sendiri. Selama pemeliharaan larva, probiotik yang digunakan adalah bubuk
Epicin D merk Epicore, Sanolife dan Bacillus substilis. Bakteri tersebut
berfungsi untuk menghambat munculnya bakteri pathogen, meningkatkan kesehatan
larva dan sebagai salah satu upaya penanggulangan penyakit (Panjaitan et al.
2014).
3.7 Kandungan Nutrisi
Nutrisi adalah kandungan
gizi yang terkandung dalam pakan. Apabila pakan yang diberikan kepada udang
pemeliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini tidak
saja akan menjamin hidup dan aktifitas udang, tetapi juga akan mempercepat
pertumbuhannya. Menurut Ghufran (2006), beberapa komponen nutrisi yang penting
dan harus tersedia dalam pakan udang antara lain protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral (Irfandy et al. 2016).
Protein berperan penting
untuk pertumbuhan (Watanabe 1988 dalam Irfandy et al. 2016). Kandungan protein
mencapai 60 – 75% dari bobot tubuh udang, sehingga udang membutuhkan protein
untuk pertumbuhannya yang hanya bisa dipasok melalui pakan. Trobos (2012),
menyatakan bahwa kandungan protein dari larva udang stadia awal adalah 40,71%.
Udang kehilangan 50 – 80% protein pada saat molting (Deshimaru, 1982 ). Artemia
merupakan sumber protein yang baik bagi larva udang dalam pemenuhan kebutuhan
pada stadium awal yang memerlukan protein sekitar 55% (Juwana, 1985 dalam
Irmasari, 2002). Selanjutnya dinyatakan bahwa kadar protein pakan untuk
berbagai spesies dan ukuran udang air laut berkisar antara 30 – 60% (Akiyama et
al., dalam Velasco et al., 2000). Hutabarat (1999) dalam Sudaryono (2005),
menyatakan bahwa kekurangan protein akan mengakibatkan hambatan terhadap pertumbuhan
karena akan segera diikuti dengan kehilangan berat, sedangkan bila protein
dalam pakan berlebihan maka hanya sebagian saja yang dimanfaatkan untuk
pembentukan protein tubuh kemudian sisanya diubah menjadi energi.
Lemak juga dibutuhkan
sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein dan karbohidrat. Asam
lemak mempunyai peranan penting, baik sebagai sumber energi maupun sebagai zat
yang esensial untuk udang. Lemak juga berfungsi membantu proses metabolisme,
osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan organisme di dalam air. Pakan yang baik
bagi larva udang vanamei mengandung lemak atau minyak antara 4-18% (Hasting
1976 dalam Irfandy et al. 2016). Selain berfungsi sebagai sumber energi, lemak
juga berfungsi dalam proses penyerapan vitamin A, D, E, dan K, sebagai pemasok
asam lemak esensial yang berfungsi dalam memelihara struktur membran sel, serta
sebagai penyedia zat awal untuk membentuk senyawa prostaglandin (Watanabe 1988
dalam Irfandy et al. 2016). Artemia produk lokal yang diperkaya dengan sel
diatom diduga dapat mentransfer nutrisi terutama lemak yang sangat dibutuhkan
untuk sumber energi dan proses pertumbuhan larva udang.
Karbohidrat
merupakan senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen
dalam perbandingan tertentu. Udang pada stadia larva memerlukan karbohidrat
dalam jumlah yang relatif kecil, hal ini disebabkan pada stadia larva mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga yang diperlukan adalah zat putih telur
atau protein. Kandungan karbohidrat untuk larva udang agar mencapai pertumbuhan
optimal yaitu lebih rendah dari 20% (Wardiningsih 1999 dalam Irfandy et al.
2016).
3.8 Kualitas air
Pengamatan terhadap
kondisi kualitas air sangat penting untuk mendukung kehidupan larva udang
vanamei. Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian ialah oksigen
terlarut, suhu, salinitas, dan pH air. Pengukuran kadar oksigen terlarut air
media selama penelitian berkisar antara 4,1-4,7 mg/L. Kadar oksigen terlarut
tersebut baik untuk pemeliharaan larva udang vanamei. Kondisi oksigen terlarut
yang baik untuk pembenihan udang adalah minimal 3 mg/L (Manik dan Mintardjo,
1983).
Kualitas air dalam proses
pemeliharaan larva ada kemungkinan mengalami penurunan. Penurunan kualitas air
dapat disebabkan karena timbunan kotoran dari larva maupun sisa makanan yang
tidak termakan. Menjaga kualitas air dilakukan dengan cara pengontrolan
kualitas air secara berkelanjutan, penyiponan ataupun penggantian air.
Parameter kualitas air
yang diukur di PT. AMA meliputi suhu dan salinitas. Peralatan yang digunakan
untuk mengukur kualitas air selama kegiatan pembenihan udang vannamei antara
lain termometer yang berfungsi untuk mengukur suhu air, dan refraktometer yang
digunakan untuk melihat kadar garam pada air. Pengukuran suhu dilakukan setiap
hari atau jam pengecekan tertentu, seperti pada saat heater menyala. Pengukuran
suhu di PT. AMA menggunakan termometer. Pada kegiatan pembenihan suhu merupakan
parameter yang sangat penting. Perubahan suhu sebesar 30C secara tiba-tiba akan
menimbulkan stress pada larva udang bahkan akan menimbulkan kematian. Suhu akan
mempengaruhi konsumsi pakan, proses metabolisme dan kecepatan moulting,
sehingga pengukuran suhu harus dilakukan setiap hari. Proses pencernaan makanan
pada udang sangat lambat, suhu hangat akan mempercepat konsumsi pakan udang,
sehingga pertumbuhan akan semakin cepat. Suhu air pada bak pemeliharaan larva
di PT. AMA cukup stabil yaitu 29-340C, hal ini karena bak
pemeliharaan larva berada di ruang tertutup dan setiap bak ditutup dengan
terpal untuk menjaga suhu air agar tetap stabil. Jika terjadi penurunan suhu
air yang signifikan, maka untuk meningkatkan suhu bak dapat diberi heater (Sa’adah
dan Roziqin 2018).
Salinitas merupakan kadar
garam yang terlarut pada air. Salinitas mempunyai hubungan dengan suhu, jika
suhu air tinggi maka kadar garamnya juga tinggi. Salinitas di PT. AMA termasuk
stabil yaitu di kisaran 29- 320 /00. Kadar salinitas juga berhubungan dengan
kecepatan tumbuh udang.
Pergantian air sering
dilakukan di PT. AMA, hal ini diupayakan dapat meningkatkan kualitas air.
Penambahahan air dilakukan pada stadia mysis. Pada stadia mysis biasanya
permukaan air telah banyak mengandung gelembung hal ini diasumsikan air pada
kondisi jenuh dan telah terjadi banyak perombakan gas di dalam air sehingga
perlu dilakukan perbaikan kualitas air. Proses penggantian air pada bak
pemeliharaan larva dimulai dari pengeluaran air hingga 20%, dan dilanjutkan
hingga semua air keluar. Larva disaring mengunakan jaring besar di bak panen.
Larva akan di pindah ke bak sebelahnya yang sebelumnya sudah disterilkan, pada
bak pindahan diberi pakan Artemia, kemudian postlarva ditebar (Sa’adah dan
Roziqin 2018).
Menurut
Dharmadi dan Ismail (1993), temperatur yang cocok untuk pertumbuhan larva udang
antara 25-32°C. Derajat keasaman (pH) air media pemeliharaan larva udang
vanamei selama penelitian adalah 7,7 – 8,7. Kisaran pH tersebut masih layak
bagi kegiatan pembenihan udang vanamei serta mendukung pertumbuhan dan
kelangsungan hidup larva. Derajat keasaman (pH) yang baik untuk budidaya udang
adalah 7,4 – 8,9 (Wyban dan Sweeney, 1991). Pengukuran salinitas selama
penelitian diperoleh hasil dengan kisaran 26 – 28 ppt. Kisaran tersebut baik
untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva, karena menurut Amri dan Kanna
(2008), kisaran salinitas yang baik bagi pembenihan udang vanamei adalah 15 –
30 ppt.
3.9 Panen
Pemanenan
larva udang vannamei di PT. AMA tergantung permintaan konsumen, biasaya pada
stadia PL 8 sudah mulai proses pemanenan. Kegiatan panen di PT. AMA meliputi
persiapan panen, pemenan, pengemasan dan pemasaran.
3.9.1 Persiapan Panen
Persiapan panen dimulai
dari penurunan salinitas, 3-5 hari sebelum panen dilakukan, penurunan salinitas
air sesuai dengan permintaan pembeli. Penurunan salinitas dilakukan secara
bertahap agar larva tidak mengalami stress yang berlebih. Biasanya penurunan
salinitas di PT. AMA hanya berkisar 2-3 ppm saja tiap harinya. Persiapan lain
yang dilakukan yaitu penyiapan kantong plastik rangkap dua, karet, tabung
oksigen yang digunakan untuk pengemasan benur, dan carbon active.
3.9.2 Proses Pemanenan
Pemanenan dilakukan
setelah mencapai PL 8 - PL 10. Alat yang digunakan untuk panen antara lain
seser kecil, scouple net, bak penampungan benur dan keranjang. Jumlah alat
harus disesuaikan dengan banyaknya benih yang akan dipanen. Pemanenan di PT.
AMA biasanya dilakukan pada malam atau pagi hari sesuai dengan jauh dekatnya
lokasi yang dituju atau permintaan dari pembeli. Kegiatan pemanenan dimulai
dari penurunan volume air dengan cara membuka saluran pengeluaran sampai air
dalam bak habis. Saluaran pengeluaran yang berada pada bak panen dilengkapi
dengan saringan (filter). Pemasangan filter bertujuan untuk menahan agar larva
tidak lepas hanyut bersama arus pada proses pengurangan air. Pengambilan larva
dari saringan dilakukan dengan hati-hati menggunakan seser kecil dari bahan
yang halus.
Pengambilan larva harus
hati- hati agar tidak menimbulkan cacat fisik pada larva. Larva yang tersaring
dimasukkan pada bak tangki penampunngan larva. PT. AMA mempunyai 4 buah bak
tangki penampungan larva untuk panen. Bak penampungan larva tersebut berbentuk
bulat, dari bahan (Profil Tank). Larva udang yang telah masuk dalam bak penampungan
dihitung dengan menggunakan scouple net. Satu scoulpe net penuh berisi
2.000-2.500 ekor larva. Penakaran ini bertujuan untuk menghitung jumlah larva
dalam satu plastik. Larva yang telah terambil dengan scouple net, ditaruh pada
ember untuk dihitung kembali. Penghitungan dengan menggunakan bantuan karet
gelang, untuk 100 ekor larva diwakili 1 buah karet gelang.
3.9.3 Pengemasan dan Pengangkutan
Proses pengemasan di PT.
AMA dilakukan dengan cepat dan hati-hati, karena kondisi dari larva yang masih
labil sangat rentan terhadap kematian. Pengemasan di PT. AMA dilakukan oleh
tenaga yang sudah terlatih. Kegiatan pengemasan meliputi pengisian air pada
kantong plastik, kemudiaan diberi sedikit kaarbon, dilanjutkan diisi benur dan
diberi oksigen. Perbandingan antara volume air dan oksigen adalah 1 : 1.
Kontong plastik diikat dengan menggunakan karet gelang dengan kuat tetapi
usahakan mudah dibuka. Kantong plastik yang telah diikat dimasukkan dalam box
lalu diberi es batu di bagian atas plastik di dalam box, dalam 1 box berisi 10
kantong. Box ditutup lalu disegel menggunakan solasi.
Pengangkutan
benih menggunakan mobil truk dan pick up, karena kapasitas angkut lebih besar.
Selama pengangkutan bagian bawah dan atas dari pick up ditutup dengan terpal.
Terpal berfungsi untuk menghindari sinar matahari secara langsung, dan menjaga
kualitas dari benur.
3.10 Pemasaran
Pemasaran
merupakan upaya mencari posisi bersaing yang menguntungkan dalam suatu
industri. Pemasaran bertujuan untuk mendapat posisi yang menguntungkan dalam
proses penjualan produksi. Dalam proses pemasaran PT. AMA menitik-beratkan pada
broker sebagai perantara hasil produksi, broker juga mempromosikan produk yang
dimiliki oleh PT. AMA ke tambak-tambak budidaya. Larva udang vannamei PT. AMA
dipasarkan di daerah Situbondo, Jepara, Banyuwangi, Jogja, Tuban, Lamongaan,
Kendal, Cilacap, Tulungagung, Surabaya, Ketan, Madura, Malang, dan Bali.
3.10.1 Bauran Pemasaran
a. Produk (Product)
Produk
dari PT. AMA adalah benih F1 udang vannamei yang unggul, serta memiliki
kualitas yang baik. PT. AMA selalu mengembangkan produknya baik dari segi
kualitas dan kuantitas, peningkatan standar operasional yang terus ditingkatkan
serta penekanan pada pemberian pakan yang teratur supaya tidak terjadi
kanibalisme sesama larva, sehingga kelulus hidupan larva udang vannamei bisa
meningkat. Benih yang diproduksi PT. AMA yaitu jenis benih yang dikenal baik
oleh pembudidaya (khususnya pembesaran udang vannamei) karena udang jenis ini
dikenal memiliki pertumbuhan yang cepat dan tahan terhadap penyakit. Jaminan
produk, jika dalam penerimaan produk terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti
larva udang yang lemas serta ada udang yang mati dalam plastik, maka akan
diganti oleh PT. AMA.
b. Harga (Price)
Penentuan harga benur
udang vannamei di PT. AMA ditentukan oleh manajemen PT. AMA sendiri, yaitu
sebesar Rp 40 per ekor, hal itu tergolong terjaangkau mengingat kualitas
produksi larva yang baik. PT. AMA juga memberi potongan harga pembelian sebesar
20% dari total pembelian. Kemudahan proses pembayaran, yaitu dimana pembeli
tidak harus membayar di muka sekaligus sebelum pemesanan, pembeli kadang
membayar penuh setelah beberapa hari pengiriman, bahkan ada yang bayar ketika
panen.
c. Tempat (Place)
PT.
AMA adalah adalah salah satu tempat yang strategis, yaitu lokasinya dekat pusat
Kota Situbondo, hal ini menjadi sisi positif bagi PT. AMA, karena konsumen
untuk menjangkau dan sekaligus mempermudah proses transpotasi dalam kegiatan
pengiriman barang. PT. AMA juga membuka dua cabang baru, yaitu di daerah
Bangkalan dan Situbondo sendiri. Pembukaan cabang dikarenakan permintaan yang
banyak di daerah sekitar serta sebagai perluasan jangkauan usaha.
d. Promosi (Promotion)
Strategi
promosi di PT. AMA tidak menggunakan media internet, baik Blog, Instagram,
Facebook, atau lainya. PT. AMA menggunakaan jasa broker untuk berpromosi.
Broker akan mendatangi lokasi-lokasi pembenihan dan menawarkan jenis produk,
keunggulan produk serta keunggulan-keunggulan lainya yang dimiliki oleh
perusahaan. Hal ini dirasa lebih efektif daripada media, karena broker bisa
berbicara langsung dengan calon konsumen mengenai situasi yang dihadapi saat
ini dan melihat langsung kondisi lapangan.
e. Orang (People)
Peningkatan
kualitas keahlian sendiri terus ditingkatkan oleh perusahaan PT. AMA guna untuk
meningkatkan hasil produksi yang sesuai target yang diinginkan, baik dari bagian
pemeliharaan larva atau yang ada di bagian pemasaran yang dimiliki oleh PT.
Artha Maulana Agung sendiri, atau rekrutmen orang-orang baru yang berpengalaman
di bidangnya. Karena bagaimanapun kualitas kemampuan orang berhadap kualitas
yang di hasilkan.
f. Proses (Procces)
Proses ini mengenai semua
aktifitas yang terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, aktifitas,
dan hal- hal rutin di PT. Artha Maulana Agung. Prosedur di sini berkaitan
dengan kewajiban dan larangan ketika berada di PT. AMA, jadwal aktivitas selalu
tertulis di papan info PT. AMA, termasuk di dalamnya ada jadwal piket pemberian
pakan, sekaligus kontrol air, suhu, dan kultur pakan alami.
DAFTAR PUSTAKA
Irfandy, A., Prasetyo, D., Elviena, D., Fajrin, M.,
Subayu, N., Lestari, P. R., Fitrianingsih, R., Dewantara, S., Arfian, H.,
Soliha, W., 2016. Pembenihan udang vanname Litopeneaus vannamei di hatchery
BAPPL-STP Serang. Jurnal Teknologi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta http://www.akuakulturstp.com
diakses pada: 6/3/2018
Panjaitan, A., Hadie, W., Harijati, S. 2014.
Pemeliharaan Larva Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei, Boone 1931) Dengan
Pemberian Jenis Fitoplankton Yang Berbeda. Jurnal
Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1. Penerbit: Universitas
Terbuka, Jakarta.
Purba, C. Y. 2012. Performa Pertumbuhan,
Kelulushidupan, dan Kandungan Nutrisi Larva Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) Melalui Pemberian Pakan Artemia
Produk Lokal Yang Diperkaya Dengan Sel Diatom. Program Studi Budidaya Perairan,
Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Journal Of Aquaculture Management and
Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 102-115. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik
diakses pada: 6/3/2018
Sa’adah, W., dan Roziqin, A. F. 2018. Upaya
Peningkatan Pemasaran Benur Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) di PT. Artha
Maulana Agung (AMA) Desa Pecaron, Kecamatan Bungatan, Kabupaten Situbondo. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah
Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 84-97. Penerbit: Fakultas Perikanan
Universitas Islam Lamongan.
Komentar
Posting Komentar