Pembahasan Pembenihan Udang Vannamei


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1       Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
            Memelihara larva udang pada bak perlu memperhatikan kondisi bak dan kualitas air sebagai media pemeliharaan larva. Oleh karena itu, untuk menciptakan kondisi bak yang memenuhi syarat dilakukan persiapan bak pembesaran. Kegiatan persiapan bak pemeliharaan larva sebagai berikut.

3.1.1        Pengeringan dan Pencucian Bak
                      Pengeringan bak di PT. AMA bertujuan untuk menguapkan sisa bahan organik yang terdapat pada bak dan untuk menghilangkan jamur. Pengeringan yang baik dilakukan selama 1 minggu. Pencucian berguna untuk membuang air sisa yang ada di dalam bak. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang ditambah dengan deterjen dan kaporit, kemudian dikeringkan selama 4 hari. Deterjan digunakan untuk menghilangkan jamur dan kotoran seperti lemak yang ada pada dinding bak. Deterjen dan kaporit juga sebagai desinfektan untuk membunuh patogen yang sersisa pada pemeliharaan larva sebelumnya.

3.1.2        Pemasangan Instalasi Aerasi
Pemasangan instalasi aerasi dimulai dari pemasangan tali untuk menggantung pipa aerasi pada bak pemeliharaan larva. Tali diberi jarak 50 cm difungsikan untuk menahan beban dari selang aerasi yang akan dipasang. Pipa aerasi dipasang memanjang di atas dinding bak.

3.1.3        Pemberian Desinfektan
Pemberian desinfektan dilakukan pada akhir persiapan bak. Desinfektan berguna untuk membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menggangu perkembangan larva. Desinfektan yang digunakan PT. AMA berupa formalin yang diencerkan dengan air tawar hingga konsentrasi 50/50.

3.1.4         Pemasukan Air
Air yang digunakan untuk kegiatan pemeliharaan larva di PT. AMA yaitu dari bak tandon 2 (Bak tampungan air sementara sebelum masuk bak larva). Air dialirkan masuk pada bak pemeliharaan larva hingga kapasitas 20 ton dari kapasitas maksimal 40 ton. Pemindahan air menggunakan pompa yang dilengkapi dengan filter bag untuk menyaring kotoran pada air.

3.1.5        Pemberian EDTA
Udang yang mengakumulasi logam berat akan sangat berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi oleh manusia (Elinder dan Jarup, 1996). Kadmium menyebabkan gangguan saraf pusat dan saraf perifer (Darmono, 1995). Kadmium diketahui juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan dekalsifikasi tulang, seperti yang dialami oleh ratusan penderita penyakit itai-itai akibat mengkonsumsi beras yang tercemar kadmium (Elinder dan Jarup 1996). EDTA sebagai ligan buatan, mempunyai kemampuan untuk melepaskan ikatan kation logam berat dari metallothionein (Viarengo et al., 1997 dalam Soegianto et al. 2003).

Pemberian EDTA pada kegiatan pembenihan udang bertujuan untuk menghilangkan logam berat pada air laut yang mungkin akan mengganggu dari perkembangan larva. EDTA 500 gram diberikan pada air 20 ton sebelum nauplius masuk di bak larva. Selama pemberian EDTA aerasi yang digunakan lebih besar, bertujuan untuk memerataan dari bahan tersebut.

3.2       Penebaran Nauplii
Pada kegiatan pembenihan udang, pemilihan nauplius sangat menentukan keberhasilan usaha. Nauplius yang akan ditebar sebaiknya dipilih dari induk yang sama atau berasal dari satu tempat pembenihan yang sama. Asal nauplius yang sama bertujuan untuk menyeragamkan tingkat pertumbuahan dari larva (benur). Sumber nauplius yang digunakan di PT. AMA dari CV. PASIFIC HARVEST, Banyuwangi. Umur nauplius yang ditebar sekitar 16 jam, atau pada stadia nauplius III. Proses penebaran nauplius diawali dengan pembongkaraan box wadah nauplius, perhitungan nauplius, adaptasi suhu, dan pemasukan larva ke dalam bak pemeliharaan. Adaptasi suhu bertujuan agar suhu yang ada dalam kontong plastik sama atau mendekati suhu air dalam bak. Adaptasi suhu dilakukan dengan cara memasukkan kontong plastik ke dalam bak fiber tanpa membuka talinya. Proses adaptasi bersamaan proses sampling perhitungan naupli yang kira-kira membutuhkan waktu 30 menit setelah plastik dimasukkan dalam bak (Sa’adah dan Roziqin 2018).
Gambar 2. Perkembangan Larva Udang (Sumber: www.google.com)
Untuk mengetahui salinitas dan temperatur pada kantong nauplii dan bak pemeliharaan maka dilakukan pengecekan kualitas air. Setelah udara dalam kantong mengembun dan salinitas, suhu, dan pH diketahui maka lakukan secara perlahan percikanpercikan air agar larva dapat beradaptasi dengan baik dengan perbedaan salinitas yang ada didalam kantong dengan yang berada dibak pemeliharaan, serta diberi aerasi di dalam kantong agar suplai oksigen terus ada. Menurut, Sutadi (1993) untuk penurunan kadar garam sebesar 1 permil diperlukan waktu antara 15- 30 menit. Apabila salinitas antara air media pada bak pemeliharaan sudah sama dengan air media pada kantong packing nauplii maka proses aklimatisasi salinitas dianggap sudah selesai (Sa’adah dan Roziqin 2018).

3.3       Pengelolaan Pakan
Pakan yang digunakan untuk proses pemeliharaan larva udang vannamei adalah pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami berupa fitoplankton (Thallasisirra dan Sceletonema costatum), dan zooplankton (Artemia Salina). pakan buatan yang digunakan yaitu tipe powder (bubuk) dan flake (lempengan). Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam manajemen pemberian pakan yaitu frekuensi, waktu dan jumlah pakan. Setiap perubahan stadia maka mix pakan yang diberikan akan berbeda. Jumlah pakan yang diberikan juga tergantung dari stadia udang. Semakin dewasa udang, maka pemberian pakannya semakin banyak juga. Pemberian pakan dilakukan setiap 3 jam. Pemberian pakan setiap jam 02.30, 05.30, 08.30, 11.30, 14.30, 17.30, 20.30, dan 23.30. Jenis pakan yang digunakan PT.Artha Maulana Agung antara lain pakan alami dan pakan buatan.

3.3.1    Pakan Alami
Pemberian pakan alami pada pemeliharaan larva udang vannamei di PT. AMA disesuaikan dengan umur atau stadia larva. Menurut Cahyaningsih (2006). Pada stadia naupliius (mulai saat tebar sampai 3 hari) larva masih belum diberi pakan, karena dalam tubuhnya masih mempunyai persediaan makanan yaitu kantong kuning telur. Tetapi setelah naupliius berkembang menjadi zoea, larva mulai membutuhkan makanan, terutama makanan yang melayang-layang dalam air.
Pakan alami digunakan pada stadia larva yang sudah zoea, Pemberian pakan yang digunakan pada stadia larva yang sudah menjadi zoea dan mysis yaitu Thallasiosirra, Sceletonema costatum dan Artemia salina yang merupakan pakan alami.
Pada stadia zoea dan mysis gerakan larva masih belum aktif sehingga makan diperlukan makanan berupa fitoplankton (Panjaitan et al. 2014).
Di PT. AMA Thallasiosirra dan Sceletonema dikultur pada bak yang memiliki kapasitas 20 ton. Pada kultur Thallasiosirra dan Sceletonema diperlukan pupuk dan vitamin untuk meningkatkan ketahanan dari Thallasiosirra dan Sceletonema terhadap jamur dan parasit. Kultur Thallasiosirra dan Sceletonema yang dilakukan di PT. AMA termasuk kultur secara massal, karena menggunakan bak kultur dengan kapasitas 20 ton. Kultur Thallasiosirra dan Sceletonema membutuhkan 12-24 jam. Pemanenan Thallasiosirra dilakukan dengan cara dialirkan langsung ke bak larva menggunakan pompa, sedangkan pemanenan Sceletonema dari bak kultur menggunakan filter bag di bak panen. Sceletonema yang yang tersaring diencerkan dengan air tawar sebelum diberikan pada larva. Pada stadia post larva gerakan larva semakin aktif, makan yang diberikan dapat berupa Artemia. Di PT. AMA Artemia dikultur dengan menggunakan sistem hidrasi atau perendaman menggunakan bak kultur artemia. Cysta Artemia (bibit) direndam dengan air laut dan diberi aerasi. Cysta Artemia akan dipanen setelah 24 jam kemudian (Sa’adah dan Roziqin 2018).

3.3.2    Pakan Buatan
Pakan buatan yang digunakan di usaha pembenihan PT. AMA antara lain SP-100, Sea Grass Powder, Lansy, Artemac, Osi Flaake, Top Mini Grain, Sea Star Flake, Economac, D.O Super, Algamac Protein, Frippak Car, TOP BT. Pemberian pakan dilakukan 8 kali dalam satu hari di jam 05.30 WIB, 08.30 WIB, 11.30 WIB, 14.30 WIB, 17.30 WIB, 20.30 WIB, 22.30 WIB, dan 02.30 WIB.
Pemberian pakan buatan diracik sesuai stadia larva. Setiap tahapaan akan berbeda campuran pakan buatanya. Di PT. AMA ada 4 MIX . Pakan untuk larva udang vannmei dengan memasukkan bahan pakan pada saringan ukuran 250 mikron lalu dikucek dalam ember air hingga flake hilang dari saringan.
Salah satu faktor penyebab kualitas benur kurang baik adalah ketidaksesuaian pakan yang digunakan dalam pemeliharaan larva. Ketidaksesuaian tersebut seperti ukuran yang terlalu besar, kandungan nutrisi yang kurang maupun pilihan jenis pakan yang diberikan. Ketidaksesuaian ukuran pakan yang diberikan akan mengakibatkan kegagalan dalam pemangsaan awal oleh larva sehingga kebutuhan nutrisi larva tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan kualitas larva menjadi kurang baik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Sorgeloos (1992) dalam Nallely dkk. (2006) mengatakan bahwa mikroalga memberikan nutrisi berkualitas secara optimum untuk organisme seperti larva udang sesuai pada stadia perkembangannya. Dikatakan pula bahwa beberapa jenis mikroalgae yakni fitoplankton juga dapat berperan sebagai antibakterial, immunostimulan dan pemasok enzim pencernaan bagi pemangsanya. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan fitoplankton bagi larva udang penaeid adalah kandungan gizi yang tinggi, dapat disediakan secara berkesinambungan, prosedur kultur yang tidak terlalu rumit dan biaya yang tidak mahal. Sehingga ketersediaan fitoplankton sebagai pakan larva dapat terjamin dalam kualitas, waktu dan jumlah yang tepat. (Panjaitan et al. 2014).

3.4       Pengelolaan Air
Kualitas air adalah suatu upaya memanipulasi kondisi lingkungan sehingga mereka berada dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan dan pertumbuhan udang. Pengelolaan kualitas air dalam bak pemeliharaan larva bertujuan agar kondisi lingkungan media tetap terjaga dan dalam keadaan optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan larva. Sehingga larva udang mampu tubuh dan berkembang. Kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan air ini adalah pengamatan parameter kualitas air. Pengukuran parameter kualitas air bertujuan untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan jika kualitas air dalam keadaan tidak kondusif atau tidak sesuai dengan kehidupan larva udang. Parameter kualitas air yang diukur adalah parameter fisika, yaitu temperatur, pH, dan salinitas. Sedangkan parameter kimia yaitu DO, CO2 dan alkalinitas.

3.5       Pertumbuhan
Pertumbuhan udang vanamei selalu diikuti dengan pergantian kulit atau molting. Pertumbuhan merupakan suatu proses biologi yang kompleks dan banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu organisme menurut Sikong (1982), yaitu faktor dalam antara lain keturunan, jenis kelamin dan umur. Faktor lingkungan abiotik seperti suhu, salinitas, pH, dan biotik seperti pakan, kepadatan organisme, parasit dan penyakit. Wardiningsih (1999), menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan, salah satunya yaitu jenis pakan. Chaetoceros sp. dan Skeletonema costatum merupakan jenis diatom yang ditemukan memiliki kualitas nutrisi yang baik. Selain itu hasil uji proksimat menunjukkan kandungan nutrisi yang terkandung di dalam artemia produk lokal yang diberi perlakuan yaitu pengkayaan sel diatom lebih baik dibandingkan artemia produk lokal tanpa pengkayaan sel diatom. Menurut Brown (2002) dalam Purba (2012), mikroalga seperti jenis diatom dapat memberikan nutrisi yang sangat baik bagi pertumbuhan larva udang melalui pengkayaan zooplankton, karena nutrisi yang terdapat pada sel diatom dapat ditransfer secara langsung dan tidak langsung (pengkayaan). Konsumsi pakan yang cukup dan kandungan nutrisi dari artemia produk lokal dengan pengkayaan sel diatom dan artemia produk lokal tanpa pengkayaan.
Sel diatom memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang dan bobot rata – rata individu larva udang vanamei. Tingkat konsumsi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan individu maupun biomassa pada akhir pemeliharaan, yang berkaitan dengan optimalisasi pertumbuhan larva. Selain itu nauplius artemia merupakan pilihan yang tepat sebagai pakan jasad renik pada stadia postlarva karena mempunyai ukuran yang relatif kecil dan panjang sekitar 400 mikron sehingga dapat menyesuaikan saluran pencernaan larva udang yang masih sederhana (Bandol, 2004). Lovell (1988), menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk maintenance harus terpenuhi terlebih dahulu dan apabila berlebihan maka kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan. Kandungan nutrisi yang terkandung dalam sel diatom juga mempengaruhi pertumbuhan larva udang, yaitu dengan memperlengkapi nutrisi Artemia produk lokal sebagai pakan alami. Sutomo, dkk. (2007) dalam Purba (2012), menyatakan bahwa sel diatom mengandung silikat yang penting dalam pembentukan eksoskeleton (kerangka luar) dan diduga sangat cocok bagi pertumbuhan larva krustasea seperti larva udang.

3.5.1    Pengamatan Perkembangan Larva
Pengamatan perkembangan larva bertujuan untuk mengamati perkembangan larva, mengetahui perubahan stadianya, serta mengetahui estimasi populasi larva. Monitoring perkembangan larva meliputi pengamatan perkembangan stadia larva dan kegiatan sampling populasi. Setelah menetas larva akan berkembang menjadi 3 stadia yaitu naupliius, zoea, mysis. Selama stadia naupliius larva masih memanfaatkan nutrisi dari yolk egg yang dibawanya, dan setelah moulting menjadi zoea baru mencari makanan dari luar berupa mikroalga. Setelah zoea berubah menjadi mysis, larva berubah dari herbivora menjadi karnivora, yaitu dengan memakan zooplankton. Stadia mysis kemudian berakhir dan menginjak stadia post larva, stadia ini sudah menyerupai udang muda dalam hal makanan maupun tingkah lakunya.
Pada stadia larva bersifat planktonic setelah post larva bersifat bentik. Larva akan berpindah tempat dari laut terbuka bermigrasi ke arah pantai dan estuari sampai menjadi dewasa (Farchan 2006). Perkembangan larva dari stadia Nauplius 4-5 ke stadia berikutnya hingga PL-1 dalam jurnal penelitian dari Panjaitan et al. (2014) dengan judul “Pemeliharaan Larva Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei, Boone 1931) Dengan Pemberian Jenis Fitoplankton Yang Berbeda” berhasil lebih baik dengan pemberian pakan campuran Thalassiosira weissflogii dan Chaetoceros calcitrans. Perbedaan perkembangan stadia sudah terlihat sejak stadia zoea. Pada stadia zoea tersebut, larva yang diberikan jenis fitoplankton campuran sudah memperlihatkan waktu yang dibutuhkan untuk berubah stadia lebih cepat dibandingkan dengan pemberian fitoplankton tunggal. Dikatakan Wyk (1999), bahwa secara umum nutrisi dipergunakan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhannya untuk bertumbuh. Larva udang vaname yang diberikan fitoplankton campuran mempunyai nilai nutrisi lebih baik karena terdapat dua jenis sumber nutrisi dibandingkan dengan pemberian fitoplankton satu jenis saja. Pengujian quality control perkembangan harian larva udang vaname dilakukan berdasarkan standar prosedur operasional di tempat penelitian yakni pada criteria
kualitatif dan kuantitatif serta cara pengukuran dan pengujiannya.
Gambar 3. Siklus Perkembangan Udang (Sumber: www.google.com)
Adapun pengujian quality control yang dilakukan selama penelitian antara lain adalah pada hepatopancreas, gut content, necrosis, deformity, epibiont dan bolitas. Hasil pengujian quality control terlihat lebih baik pada pemberian jenis fitoplankton campuran, dimana perubahan atau metamorfosis setiap stadia lebih cepat. Demikian pula hasil penilaian terhadap score kualitas larva bahwa nilai yang dicapai pada pemberian fitoplankton campuran lebih baik dibandingkan dengan pemberian fitoplankton tunggal. Bransden et al., (2005) dalam Hermawan (2007) mengatakan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup merupakan indikator keberhasilan pemeliharaan larva (Panjaitan et al. 2014).
Menurut Lovvet & Felder (1990) bahwa persentase tingkat kelangsungan hidup yang mencapai stadia zoea atau keberhasilan bermetamorfosis dari nauplius menjadi zoea merupakan salah satu kriteria kualitas larva udang vaname. Stadia zoea dan mysis adalah fase pertumbuhan cepat dan merupakan waktu yang sangat kritis karena pada saat itu larva udang sangat rentan dan sering terjadi tingkat kematian yang tinggi. Nauplius dengan cadangan nutrient yang tinggi memiliki kemungkinan untuk bertahan hidup selama bermetamorfosis menjadi zoea dan selama stadia zoea dan mysis terjadi adaptasi fisiologis dengan makanan yang berasal dari luar (Panjaitan et al. 2014).

3.5.2    Kelulushidupan
Kelangsungan hidup merupakan persentase organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan dari jumlah awal seluruh organisme yang dipelihara dalam suatu wadah (Effendi, 1979). Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan adalah ketersediaan pakan. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup akan memperkecil presentase angka kematian larva udang (Rostini, 2007). Kebutuhan pakan dalam udang tercukupi dengan baik seiring dengan berkembangnya stadia larva, karena itu dosis pakan yang diberikan juga lebih banyak. Faktor yang paling mempengaruhi tingkat kelulushidupan larva udang vanamei yaitu kualitas air pada media pemeliharaan dan kualitas pakan. Faktor pertama yaitu kualitas air. Kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung proses metabolisme dalam proses fisiologi. Faktor kedua adalah kandungan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi. Ketidaktersediaannya pakan pada stadia awal dari larva udang akan mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya stadia dan pertumbuhan udang sehingga dibutuhkan pakan yang semakin banyak. Kandungan nutrisi dari pakan sangat mempengaruhi tingkat kelulushidupan (Harefa 1996).

3.6       Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit terjadi karena ketidak seimbangan antara lingkungan, inang dan patogen. Beberapa jenis penyakit yang menyerang larva udang vannamei disebabkan oleh parasit, bakteri dan jamur serta virus. Pengendalian penyakit di PT. AMA antara lain pencegahan. Pencegahan penyakit di PT. AMA dilakukan dengan cara strelilisasi alat yang akan digunakan, seperti pencucian dengan iodin pada timba yang digunakan untuk memindahkan nauplius ke bak larva (pada saat nauplius pertama masuk), perendaman gelas ukur pada air yang diberi iodin ketika sebelum dan sesudah memakai, pembersihan dinding bak yang kotor akibat busa, dan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan. Karena pemberian pakan yang tidak sesuai akan menimbulkan pengendapan pakan yang akan menjadi media pertumbuhan dari mikroorganisme (Sa’adah dan Roziqin 2018).
Pengendalian penyakit pada larva udang vaname dilakukan dengan prinsip dasar yaitu tindakan pencegahan dan pengobatan. Subaidah et al. (2006) yang menyatakan bahwa upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit antara lain adalah dengan menerapkan sistem biosecurity. Selama kegiatan penelitian, upaya menjaga kesehatan larva dilakukan dengan cara mengelola kualitas air dan penerapan biosecurity serta strerilisasi terhadap semua peralatan yang digunakan. Penerapan biosecurity dilakukan dengan cara menempatkan cuci kaki (foot bath) pada setiap pintu masuk ruang pemeliharaan larva, tempat cuci tangan (hand wash) dan sterilisasi ruangan serta semua peralatan sebelum dan sesudah digunakan. Setelah larva memasuki stadia Mysis-1, jenis penyakit yang sering mewabah adalah jenis Zoothamnium sp dari golongan protozoa dengan gejala gerakan lemah dan kebanyakan larva berada di atas permukaan air. Tetapi selama peneliatian ini berlangsung, tidak ditemukan adanya penyakit pada larva udang (Panjaitan et al. 2014)
Probiotik adalah salah satu bahan alternatif pengganti antibiotik yang berpotensi untuk dikembangkan yang mampu berkompetisi dengan patogen penyebab penyakit. Penggunaan probiotik bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan daya tahan tubuh, dimana penggunaan probiotik ini sesuai dengan kebutuhan larva itu sendiri. Selama pemeliharaan larva, probiotik yang digunakan adalah bubuk Epicin D merk Epicore, Sanolife dan Bacillus substilis. Bakteri tersebut berfungsi untuk menghambat munculnya bakteri pathogen, meningkatkan kesehatan larva dan sebagai salah satu upaya penanggulangan penyakit (Panjaitan et al. 2014).

3.7       Kandungan Nutrisi
Nutrisi adalah kandungan gizi yang terkandung dalam pakan. Apabila pakan yang diberikan kepada udang pemeliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini tidak saja akan menjamin hidup dan aktifitas udang, tetapi juga akan mempercepat pertumbuhannya. Menurut Ghufran (2006), beberapa komponen nutrisi yang penting dan harus tersedia dalam pakan udang antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Irfandy et al. 2016).
Protein berperan penting untuk pertumbuhan (Watanabe 1988 dalam Irfandy et al. 2016). Kandungan protein mencapai 60 – 75% dari bobot tubuh udang, sehingga udang membutuhkan protein untuk pertumbuhannya yang hanya bisa dipasok melalui pakan. Trobos (2012), menyatakan bahwa kandungan protein dari larva udang stadia awal adalah 40,71%. Udang kehilangan 50 – 80% protein pada saat molting (Deshimaru, 1982 ). Artemia merupakan sumber protein yang baik bagi larva udang dalam pemenuhan kebutuhan pada stadium awal yang memerlukan protein sekitar 55% (Juwana, 1985 dalam Irmasari, 2002). Selanjutnya dinyatakan bahwa kadar protein pakan untuk berbagai spesies dan ukuran udang air laut berkisar antara 30 – 60% (Akiyama et al., dalam Velasco et al., 2000). Hutabarat (1999) dalam Sudaryono (2005), menyatakan bahwa kekurangan protein akan mengakibatkan hambatan terhadap pertumbuhan karena akan segera diikuti dengan kehilangan berat, sedangkan bila protein dalam pakan berlebihan maka hanya sebagian saja yang dimanfaatkan untuk pembentukan protein tubuh kemudian sisanya diubah menjadi energi.
Lemak juga dibutuhkan sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein dan karbohidrat. Asam lemak mempunyai peranan penting, baik sebagai sumber energi maupun sebagai zat yang esensial untuk udang. Lemak juga berfungsi membantu proses metabolisme, osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan organisme di dalam air. Pakan yang baik bagi larva udang vanamei mengandung lemak atau minyak antara 4-18% (Hasting 1976 dalam Irfandy et al. 2016). Selain berfungsi sebagai sumber energi, lemak juga berfungsi dalam proses penyerapan vitamin A, D, E, dan K, sebagai pemasok asam lemak esensial yang berfungsi dalam memelihara struktur membran sel, serta sebagai penyedia zat awal untuk membentuk senyawa prostaglandin (Watanabe 1988 dalam Irfandy et al. 2016). Artemia produk lokal yang diperkaya dengan sel diatom diduga dapat mentransfer nutrisi terutama lemak yang sangat dibutuhkan untuk sumber energi dan proses pertumbuhan larva udang.
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen dalam perbandingan tertentu. Udang pada stadia larva memerlukan karbohidrat dalam jumlah yang relatif kecil, hal ini disebabkan pada stadia larva mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga yang diperlukan adalah zat putih telur atau protein. Kandungan karbohidrat untuk larva udang agar mencapai pertumbuhan optimal yaitu lebih rendah dari 20% (Wardiningsih 1999 dalam Irfandy et al. 2016).

3.8       Kualitas air
Pengamatan terhadap kondisi kualitas air sangat penting untuk mendukung kehidupan larva udang vanamei. Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian ialah oksigen terlarut, suhu, salinitas, dan pH air. Pengukuran kadar oksigen terlarut air media selama penelitian berkisar antara 4,1-4,7 mg/L. Kadar oksigen terlarut tersebut baik untuk pemeliharaan larva udang vanamei. Kondisi oksigen terlarut yang baik untuk pembenihan udang adalah minimal 3 mg/L (Manik dan Mintardjo, 1983).
Kualitas air dalam proses pemeliharaan larva ada kemungkinan mengalami penurunan. Penurunan kualitas air dapat disebabkan karena timbunan kotoran dari larva maupun sisa makanan yang tidak termakan. Menjaga kualitas air dilakukan dengan cara pengontrolan kualitas air secara berkelanjutan, penyiponan ataupun penggantian air.
Parameter kualitas air yang diukur di PT. AMA meliputi suhu dan salinitas. Peralatan yang digunakan untuk mengukur kualitas air selama kegiatan pembenihan udang vannamei antara lain termometer yang berfungsi untuk mengukur suhu air, dan refraktometer yang digunakan untuk melihat kadar garam pada air. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari atau jam pengecekan tertentu, seperti pada saat heater menyala. Pengukuran suhu di PT. AMA menggunakan termometer. Pada kegiatan pembenihan suhu merupakan parameter yang sangat penting. Perubahan suhu sebesar 30C secara tiba-tiba akan menimbulkan stress pada larva udang bahkan akan menimbulkan kematian. Suhu akan mempengaruhi konsumsi pakan, proses metabolisme dan kecepatan moulting, sehingga pengukuran suhu harus dilakukan setiap hari. Proses pencernaan makanan pada udang sangat lambat, suhu hangat akan mempercepat konsumsi pakan udang, sehingga pertumbuhan akan semakin cepat. Suhu air pada bak pemeliharaan larva di PT. AMA cukup stabil yaitu 29-340C, hal ini karena bak pemeliharaan larva berada di ruang tertutup dan setiap bak ditutup dengan terpal untuk menjaga suhu air agar tetap stabil. Jika terjadi penurunan suhu air yang signifikan, maka untuk meningkatkan suhu bak dapat diberi heater (Sa’adah dan Roziqin 2018).
Salinitas merupakan kadar garam yang terlarut pada air. Salinitas mempunyai hubungan dengan suhu, jika suhu air tinggi maka kadar garamnya juga tinggi. Salinitas di PT. AMA termasuk stabil yaitu di kisaran 29- 320 /00. Kadar salinitas juga berhubungan dengan kecepatan tumbuh udang.
Pergantian air sering dilakukan di PT. AMA, hal ini diupayakan dapat meningkatkan kualitas air. Penambahahan air dilakukan pada stadia mysis. Pada stadia mysis biasanya permukaan air telah banyak mengandung gelembung hal ini diasumsikan air pada kondisi jenuh dan telah terjadi banyak perombakan gas di dalam air sehingga perlu dilakukan perbaikan kualitas air. Proses penggantian air pada bak pemeliharaan larva dimulai dari pengeluaran air hingga 20%, dan dilanjutkan hingga semua air keluar. Larva disaring mengunakan jaring besar di bak panen. Larva akan di pindah ke bak sebelahnya yang sebelumnya sudah disterilkan, pada bak pindahan diberi pakan Artemia, kemudian postlarva ditebar (Sa’adah dan Roziqin 2018).
Menurut Dharmadi dan Ismail (1993), temperatur yang cocok untuk pertumbuhan larva udang antara 25-32°C. Derajat keasaman (pH) air media pemeliharaan larva udang vanamei selama penelitian adalah 7,7 – 8,7. Kisaran pH tersebut masih layak bagi kegiatan pembenihan udang vanamei serta mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. Derajat keasaman (pH) yang baik untuk budidaya udang adalah 7,4 – 8,9 (Wyban dan Sweeney, 1991). Pengukuran salinitas selama penelitian diperoleh hasil dengan kisaran 26 – 28 ppt. Kisaran tersebut baik untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva, karena menurut Amri dan Kanna (2008), kisaran salinitas yang baik bagi pembenihan udang vanamei adalah 15 – 30 ppt.

3.9       Panen
Pemanenan larva udang vannamei di PT. AMA tergantung permintaan konsumen, biasaya pada stadia PL 8 sudah mulai proses pemanenan. Kegiatan panen di PT. AMA meliputi persiapan panen, pemenan, pengemasan dan pemasaran.

3.9.1    Persiapan Panen
Persiapan panen dimulai dari penurunan salinitas, 3-5 hari sebelum panen dilakukan, penurunan salinitas air sesuai dengan permintaan pembeli. Penurunan salinitas dilakukan secara bertahap agar larva tidak mengalami stress yang berlebih. Biasanya penurunan salinitas di PT. AMA hanya berkisar 2-3 ppm saja tiap harinya. Persiapan lain yang dilakukan yaitu penyiapan kantong plastik rangkap dua, karet, tabung oksigen yang digunakan untuk pengemasan benur, dan carbon active.

3.9.2    Proses Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah mencapai PL 8 - PL 10. Alat yang digunakan untuk panen antara lain seser kecil, scouple net, bak penampungan benur dan keranjang. Jumlah alat harus disesuaikan dengan banyaknya benih yang akan dipanen. Pemanenan di PT. AMA biasanya dilakukan pada malam atau pagi hari sesuai dengan jauh dekatnya lokasi yang dituju atau permintaan dari pembeli. Kegiatan pemanenan dimulai dari penurunan volume air dengan cara membuka saluran pengeluaran sampai air dalam bak habis. Saluaran pengeluaran yang berada pada bak panen dilengkapi dengan saringan (filter). Pemasangan filter bertujuan untuk menahan agar larva tidak lepas hanyut bersama arus pada proses pengurangan air. Pengambilan larva dari saringan dilakukan dengan hati-hati menggunakan seser kecil dari bahan yang halus.
Pengambilan larva harus hati- hati agar tidak menimbulkan cacat fisik pada larva. Larva yang tersaring dimasukkan pada bak tangki penampunngan larva. PT. AMA mempunyai 4 buah bak tangki penampungan larva untuk panen. Bak penampungan larva tersebut berbentuk bulat, dari bahan (Profil Tank). Larva udang yang telah masuk dalam bak penampungan dihitung dengan menggunakan scouple net. Satu scoulpe net penuh berisi 2.000-2.500 ekor larva. Penakaran ini bertujuan untuk menghitung jumlah larva dalam satu plastik. Larva yang telah terambil dengan scouple net, ditaruh pada ember untuk dihitung kembali. Penghitungan dengan menggunakan bantuan karet gelang, untuk 100 ekor larva diwakili 1 buah karet gelang.

3.9.3    Pengemasan dan Pengangkutan
Proses pengemasan di PT. AMA dilakukan dengan cepat dan hati-hati, karena kondisi dari larva yang masih labil sangat rentan terhadap kematian. Pengemasan di PT. AMA dilakukan oleh tenaga yang sudah terlatih. Kegiatan pengemasan meliputi pengisian air pada kantong plastik, kemudiaan diberi sedikit kaarbon, dilanjutkan diisi benur dan diberi oksigen. Perbandingan antara volume air dan oksigen adalah 1 : 1. Kontong plastik diikat dengan menggunakan karet gelang dengan kuat tetapi usahakan mudah dibuka. Kantong plastik yang telah diikat dimasukkan dalam box lalu diberi es batu di bagian atas plastik di dalam box, dalam 1 box berisi 10 kantong. Box ditutup lalu disegel menggunakan solasi.
Pengangkutan benih menggunakan mobil truk dan pick up, karena kapasitas angkut lebih besar. Selama pengangkutan bagian bawah dan atas dari pick up ditutup dengan terpal. Terpal berfungsi untuk menghindari sinar matahari secara langsung, dan menjaga kualitas dari benur.

3.10     Pemasaran
Pemasaran merupakan upaya mencari posisi bersaing yang menguntungkan dalam suatu industri. Pemasaran bertujuan untuk mendapat posisi yang menguntungkan dalam proses penjualan produksi. Dalam proses pemasaran PT. AMA menitik-beratkan pada broker sebagai perantara hasil produksi, broker juga mempromosikan produk yang dimiliki oleh PT. AMA ke tambak-tambak budidaya. Larva udang vannamei PT. AMA dipasarkan di daerah Situbondo, Jepara, Banyuwangi, Jogja, Tuban, Lamongaan, Kendal, Cilacap, Tulungagung, Surabaya, Ketan, Madura, Malang, dan Bali.

3.10.1  Bauran Pemasaran
a.         Produk (Product)
Produk dari PT. AMA adalah benih F1 udang vannamei yang unggul, serta memiliki kualitas yang baik. PT. AMA selalu mengembangkan produknya baik dari segi kualitas dan kuantitas, peningkatan standar operasional yang terus ditingkatkan serta penekanan pada pemberian pakan yang teratur supaya tidak terjadi kanibalisme sesama larva, sehingga kelulus hidupan larva udang vannamei bisa meningkat. Benih yang diproduksi PT. AMA yaitu jenis benih yang dikenal baik oleh pembudidaya (khususnya pembesaran udang vannamei) karena udang jenis ini dikenal memiliki pertumbuhan yang cepat dan tahan terhadap penyakit. Jaminan produk, jika dalam penerimaan produk terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti larva udang yang lemas serta ada udang yang mati dalam plastik, maka akan diganti oleh PT. AMA.
b.         Harga (Price)
Penentuan harga benur udang vannamei di PT. AMA ditentukan oleh manajemen PT. AMA sendiri, yaitu sebesar Rp 40 per ekor, hal itu tergolong terjaangkau mengingat kualitas produksi larva yang baik. PT. AMA juga memberi potongan harga pembelian sebesar 20% dari total pembelian. Kemudahan proses pembayaran, yaitu dimana pembeli tidak harus membayar di muka sekaligus sebelum pemesanan, pembeli kadang membayar penuh setelah beberapa hari pengiriman, bahkan ada yang bayar ketika panen.
c.         Tempat (Place)
PT. AMA adalah adalah salah satu tempat yang strategis, yaitu lokasinya dekat pusat Kota Situbondo, hal ini menjadi sisi positif bagi PT. AMA, karena konsumen untuk menjangkau dan sekaligus mempermudah proses transpotasi dalam kegiatan pengiriman barang. PT. AMA juga membuka dua cabang baru, yaitu di daerah Bangkalan dan Situbondo sendiri. Pembukaan cabang dikarenakan permintaan yang banyak di daerah sekitar serta sebagai perluasan jangkauan usaha.
d.         Promosi (Promotion)
Strategi promosi di PT. AMA tidak menggunakan media internet, baik Blog, Instagram, Facebook, atau lainya. PT. AMA menggunakaan jasa broker untuk berpromosi. Broker akan mendatangi lokasi-lokasi pembenihan dan menawarkan jenis produk, keunggulan produk serta keunggulan-keunggulan lainya yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini dirasa lebih efektif daripada media, karena broker bisa berbicara langsung dengan calon konsumen mengenai situasi yang dihadapi saat ini dan melihat langsung kondisi lapangan.
e.         Orang (People)
Peningkatan kualitas keahlian sendiri terus ditingkatkan oleh perusahaan PT. AMA guna untuk meningkatkan hasil produksi yang sesuai target yang diinginkan, baik dari bagian pemeliharaan larva atau yang ada di bagian pemasaran yang dimiliki oleh PT. Artha Maulana Agung sendiri, atau rekrutmen orang-orang baru yang berpengalaman di bidangnya. Karena bagaimanapun kualitas kemampuan orang berhadap kualitas yang di hasilkan.
f.          Proses (Procces)
Proses ini mengenai semua aktifitas yang terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, aktifitas, dan hal- hal rutin di PT. Artha Maulana Agung. Prosedur di sini berkaitan dengan kewajiban dan larangan ketika berada di PT. AMA, jadwal aktivitas selalu tertulis di papan info PT. AMA, termasuk di dalamnya ada jadwal piket pemberian pakan, sekaligus kontrol air, suhu, dan kultur pakan alami.


DAFTAR PUSTAKA

Irfandy, A., Prasetyo, D., Elviena, D., Fajrin, M., Subayu, N., Lestari, P. R., Fitrianingsih, R., Dewantara, S., Arfian, H., Soliha, W., 2016. Pembenihan udang vanname Litopeneaus vannamei di hatchery BAPPL-STP Serang. Jurnal Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta  http://www.akuakulturstp.com diakses pada: 6/3/2018
Panjaitan, A., Hadie, W., Harijati, S. 2014. Pemeliharaan Larva Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei, Boone 1931) Dengan Pemberian Jenis Fitoplankton Yang Berbeda. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1. Penerbit: Universitas Terbuka, Jakarta.
Purba, C. Y. 2012. Performa Pertumbuhan, Kelulushidupan, dan Kandungan Nutrisi Larva Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) Melalui Pemberian Pakan Artemia Produk Lokal Yang Diperkaya Dengan Sel Diatom. Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 102-115. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik diakses pada: 6/3/2018
Sa’adah, W., dan Roziqin, A. F. 2018. Upaya Peningkatan Pemasaran Benur Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) di PT. Artha Maulana Agung (AMA) Desa Pecaron, Kecamatan Bungatan, Kabupaten Situbondo. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 84-97. Penerbit: Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tinjauan Pustaka Pembenihan Udang Vannamei

Adopsi Difusi dan Inovasi